KEPRI, MEDIABUSER.COM –
Jembatan Batam – Bintan (Babin ) penghubung empat pulau, yaitu Pulau Batam, Pulau Tanjungsauh, Pulau Buau dan Pulau Bintan sepanjang 7.035 meter.
Menghubungkan empat pulau ini dibutuhkan 3 jembatan, yaitu Jembatan Batam menuju Pulau Tanjungsauh sepanjang 2.124 meter, dilanjutkan dengan Jembatan Pulau Tanjungsauh menuju Pulau Buau sepanjang 4.056 meter dan jembatan terakhir yang menghubungkan Pulau Buau menuju Pulau Bintan sepanjang 855 meter. Jembatan ini diperkirakan menelan biaya sebesar Rp 8,62 Triliun.
Dilansir dari laman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2019, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), melakukan survei lapangan dan kajian terkait keterpaduan dengan pengembangan wilayah/ kawasan serta daya dukung dan telah menyusun Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED).
Dan untuk selanjutnya pendanaan Jembatan Batam-Bintan ini diajukan dengan skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).
Pada 17 Januari 2020, Presiden sudah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2020-2024.
Dalam Perpres ini mencantumkan Proyek Prioritas Strategis RPJM Nasional Tahun 2020-2024, dimana pada lampiran II Perpres ini mencantumkan Daftar Proyek Prioritas Strategis (Major Project).
Pada poin (8) dicantumkan urutan proyek Jembatan Babin yang dibiayai dengan total anggaran Rp 69,9 Triliun bersama beberapa nama-nama Proyek Prioritas Strategis lainnya untuk Pembangunan Wilayah Batam-Bintan.
Pendanaan sebesar di atas sebagaimana dicantumkan dalam Perpes tersebut, bersumber dari Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha sebesar Rp 9,5 Triliun dan Badan Usaha sebesar Rp 54 Triliun dan share dari APBN sebesar Rp 6,4 Triliun.
Sementara sebagai pelaksananya terdiri dari BP Batam, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata, Badan Usaha (BUMN/ Swasta).
Manfaat dan tujuan jembatan ini disebut untuk meningkatkan pertumbuhan industri dan pariwisata Batam-Bintan.
Proyek Jembatan Babin ini memang tidak pernah dimasukkan di dalam Perpres No 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Wacana jembatan Babin memang sudah lama diimpikan warga Kepri, Itu terjadi sejak tahun 1990-an, saat BJ Habibie menjabat Ketua Otorita Batam (OB) atau sekarang Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Pada masa BJ Habibie menggaungkan dan menyingkat nama Jembatan Babin itu, polemik di tengah masyarakat Kepri sempat riuh.
Pemicunya hanya soal penyebutan singkatan nama jembatan yang dinilai sebagian masyarakat sangat sensitif.
Sungguh sangat baik ketika Bahtiar mengusulkan nama jembatan itu kepada presiden bernama Kelana Jaya Putra.
Bahtiar mengatakan usulan nama tersebut diadopsi dari gelar seorang bangsawan yang memindahkan pusat Kerajaan Johor pada tahun 1721. Kelana Jaya Putra kala itu bernama Yang Dipertuan Muda.
Ketika Habibie belum berhasil mewujudkan mimpi itu, mimpi yang sama juga datang dari Ismeth Abdullah. Dia mengulangi gaung pembangunan jembatan ini saat dia menjabat Kepala BP Batam sekaligus ketika sedang mencalonkan diri sebagai Gubernur Kepulauan Riau pertama, tahun 2005.
Sampai Ismeth ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), wujud jembatan itu jadi tinggal mimpi.
Kemudian Nurdin Basirun semasa Gubernur Kepri juga berambisi akan pembangunan jembatan ini, meski mimpi terowongan bawah laut Kukup (Johor-Malaysia)-Tanjung Balai Karimun hingga ke Riau daratan, sebuah impian.
Mimpi akan terowongan bawah laut Johor, Malaysia-Tanjung Balai Karimun yang diberi nama Jokari itu dirancang mirip konsep The Channel Tunnel, menghubungkan London-Perancis sepanjang 50 Km.
Semoga jembatan Babin ini tak senasib Jokari-nya Nurdin yang sudah menelan biaya DED dan biaya studi lainnya yang ditaksir miliaran.
(*Li/Tiar)